Mengenal Abu al Hasan Al Asy’ariyy. Terdapat perbedaan pendapat tentang tahun meninggalnya Imam Abû al Hasan al Asy’ariyy. Sebagian mengatakan al Asy’
Nama lengkapnya adalah Abu al Hasan ‘Aliyy bin Ismâ’îl bin Abû Bisyr Ishâq bin Sâlim bin Ismâ’îl bin ‘Abdullâh bin Mûsâ bin Bilâl bin Abû Burdah bin Abû Mûsâ ‘Abdullâh bin Qays al Asy’ariyy al Yamâniyy al Bishriyy.
Tentang kaumnya, Allâh ta’âlâ telah menurunkan ayat:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ يُجَٰهِدُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآئِمٖۚ ذَٰلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ [المائدة:54]
Maknanya: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allâh akan mendatangkan suatu kaum yang Allâh mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihâd di jalan Allâh, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allâh, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allâh Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [Q.S. al Mâ`idah: 54]
Setelah turun ayat teersebut, Rasûlullâh shallallâhu ‘alayhi wasallam kemudian menunjuk kepada Abû Mûsâ al Asy’ariyy seraya berkata: “Mereka (kaum yang dimaksudkan dalam ayat ini) adalah kaum orang ini,” sambil Rasûlullâh shallallâhu ‘alayhi wasallam menepuk punggung Abû Mûsâ al Asy’ariyy.
Al Bukhoriyy meriwayatkan dalam kitab Shohîhnya dari ‘Imron bin al Hushayn bahwa sekumpulan orang Yaman dari kalangan Asy’ariyyîin datang kepada Rasûlullâh shollallâhu ‘alayhi wasallam dan berkata: “Wahai Rasûlullâh, kami mendatangimu untuk memperdalam ilmu agama dan untuk bertanya kepadamu tentang awal alam semesta ini, apakah itu?” Kemudian Rasûlullâh menjawab:
كَانَ اللهُ وَلَـمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ (رواه البخاري والبيهقي وابن الجارود)
Maknanya: “Allâh ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya.” (H.R. al Bukhâriyy, al Bayhaqiyy dan Ibn al Jârûd)
Dalam perkataan Rasûlullâh ini terdapat dalil bahwa Allâh ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) sebelum terciptanya tempat dan masa. Sebelum adanya makhluk apa pun, Allâh telah ada dan belum ada tempat. Dan sekarang (setelah terciptanya tempat) Allâh tetap seperti sediakala, tanpa tempat. Allâh tidak memiliki ukuran, baik ukuran kecil maupun besar.
Imam Abû al Hasan al Asy’ariyy dilahirkan pada tahun 260 H di kota Bashrah. Dan ada yang mengatakan pada tahun 270 H. Imam Abû al Hasan al Asy’ariyy adalah keturunan dari Abû Mûsâ al Asy’ariyy, salah seorang sahabat yang menjadi rujukan dalam fatwa dan sangat merdu suaranya dalam membaca al Qur`ân. Nasab Abû Mûsâ al Asy’ariyy bersambung pada al Jamâhir bin al Asy’ar, salah satu keturunan Saba` yang dulu ada di Yaman.
Pada perjalanan keilmuannya, Imam Abû al Hasan al Asy’ariyy adalah seorang sunniy yang dibesarkan dari keluarga sunniy juga. Kemudian ia mempelajari paham Mu’tazilah dari Abû ‘Aliyy al Jubbâ`iy dan ia menjadi pengikutnya hingga menjadi seorang imam besar bagi kalangan Mu’tazilah.
Kemudian dalam perjalannnya mencari kebenaran, ia al Asy’ariyy bertaubat meninggalkan aliran sesat Mu’tazilah. Dan mendeklarasikannya dengan Ia menaiki sebuah kursi di Masjid Jâmi’ Bashrah di hari Jum’at dan berseru dengan suara lantang kepada para jamaah:
مَنْ عَرَفَنِيْ فَقَدْ عَرَفَنِيْ، وَمَنْ لَمْ يَعْرِفْنِيْ فَإِنِّيْ أُعَرِّفُهُ بِنَفْسِيْ، أَنَا فُلَانُ بْنُ فُلَانٍ، كُنْتُ أَقُوْلُ بِخَلْقِ الْقُرْءَانِ وَأَنَّ اللهَ لَا تَرَاهُ الْأَبْصَارُ وَأَنَّ أَفْعَالَ الشَّرِّ أَنَا أَفْعَلُهَا وَأَنَا تَائِبٌ مُقْلِعٌ، مُعْتَقِدٌ لِلرَّدِّ عَلَى الْمُعْتَزِلَةِ مُخْرِجٌ لِفَضَائِحِهِمْ وَمَعَايِبِهِمْ
“Barangsiapa yang telah mengenalku, maka dia telah tahu siapa aku. Dan barangsiapa yang belum mengenalku, akan aku perkenalkan diriku. Aku adalah Fulân bin Fulân. Dulu aku meyakini bahwa al Qur`ân adalah makhluk (dengan makna mengingkari sifat Kalâm Allâh), Allâh tidak dapat dilihat dengan mata kepala, dan bahwa perbuatan buruk itu aku yang menciptakannya (beberapa keyakinan Mu’tazilah) dan sekarang ini aku telah bertaubat dan meninggalkan keyakinan-keyakinan batil tersebut. Aku bertekad untuk membantah golongan Mu’tazilah, dan akan aku buka keyakinan-keyakinan keji dan buruk mereka.”
Dari deklarasi tersebut, banyak ulama akhirnya berkomentar tentang beliau, dan salah satu ulama, Al Faqîh Abu Bakr ash-Shayrafiyy mengatakan: “Dahulu golongan Mu’tazilah telah berkuasa, hingga akhirnya al Asy’ariyy tumbuh dan mematahkan syubhah-syubhah mereka sehingga mereka tidak berkutik dan menghambat perkembangan dakwah mereka.”
As-Subkiyy dalam karya kitabnya “Thabaqât asy-Syâfi’iyyah al Kubrâ” juga mengatakan: “Ketahuilah bahwa Abû al Hasan al Asy’ariyy tidak memunculkan atau membuat sebuah madzhab baru. Beliau hanya mengulas dan menyimpulkan madzhab ulama salaf (Abad 3 hijriyah) dan membela keyakinan para sahabat Rasûlullâh tersebut. Maka, berafiliasi dengan beliau hanyalah sebatas karena beliau memudahkan ajaran dan jalan salaf, berpegang teguh dengannya dan menegakkan argumen-argumen dan bukti-bukti atasnya. Dari sinilah orang yang mengikutinya dalam hal itu dan meniti jalannya dalam dalil-dalilnya dinamakan seorang pengikut Asy’ariyy.”
Abû al Qâsim al Qusyayriyy juga mengatakan: “Para ahli hadits bersepakat bahwa Abû al Hasan al Asy’ariyy adalah merupakan imam bagi para ahli hadits, dan madzhab beliau adalah madzhab para ahli hadits. Beliau menjelaskan Ushûl ad-Dîn sesuai dengan jalan Ahlussunnah, beliau pun membantah ahli bid’ah yang menyimpang. Beliau ibarat pedang yang terhunus bagi golongan Mu’tazilah, ahli bid’ah dan orang-orang yang keluar dari agama ini. Barangsiapa yang menghina, mencela, memaki atau mencacinya, maka dia telah menyebarkan ucapan-ucapan kotor terhadap seluruh Ahlussunnah.”
Ahli sejarah pun, Ibn al ‘Imâd al Hanbaliyy, juga mengatakan: “Di antara hal yang mengharumkan nama baik Ahlussunnah an-Nabawiyyah dan menghitamkan panji-panji pengikut Mu’tazilah dan Jahmiyyah adalah perdebatannya (al Asy’ariyy) dengan gurunya al Jubbâ`iyy yang di dalamnya ia (al Asy’ariyy) mematahkan syubhah setiap ahli bid’ah yang hanya ingin cari muka.”
‘Izzu Ad-Dîn bin ‘Abd as-Salâm mengatakan: “Keyakinan al Asy’ariyy mencakup hal-hal yang ditunjukkan oleh nama-nama Allâh yang sembilan puluh sembilan.”
Beliau juga mengatakan: “Ini adalah sekumpulan keyakinan al Asy’ariyy rahimahullâh ta’âlâ dan keyakinan salaf, ahli tharîqah dan haqîqah.”
As-Subkiyy juga mengatakan: “Para ulama madzhab Hanafiyy, Syâfi’iyy dan Mâlikiyy serta para ulama terkemuka dari kalangan madzhab Hanbaliyy itu dalam hal ‘aqîdah memiliki satu pegangan yang sama. Seluruhnya mengikuti pendapat Ahlussunnah wal Jamâ’ah, memeluk keyakinan pada agama Allâh dengan jalan Syaykh as-Sunnah Abû al Hasan al Asy’ariyy rahimahullâh.”
Beliau juga berkata: “Secara garis besar, keyakinan yang diajarkan al Asy’ariyy adalah yang terhimpun dalam kitab ‘Aqîdah Abî Ja’far ath-Thahâwiyy yang telah diterima oleh para ulama semua madzhab dan telah mereka ridlai sebagai keyakinan (yang benar dan boleh diikuti).”
Al Bayhaqi mengatakan: “Guru kami al Asy’ariyy tidak membawa hal baru di dalam agama Allâh, dan tidak mendatangkan bid’ah dalam agama-Nya. Melainkan beliau mengambil perkataan para sahabat, tâbi’în dan ulama-ulama setelah mereka dalam ushûl ad-dîn, kemudian beliau menguatkannya dengan tambahan penjelasan dan keterangan. Dan yang beliau katakan dalam hal ushûl dan hal-hal yang ada dalam syarî’at adalah hal yag dibenarkan akal, tidak seperti anggapan orang-orang yang menyimpang. Jadi, keterangan beliau adalah penguatan terhadap ulama-ulama ahlussunnah, seperti Abû Hanîfah dan Sufyân ats-Tsawriyy dari penduduk Kûfah, al Awzâ’iyy dan lainnya dari penduduk Syâm, Mâlik dan asy-Syâfi’iyy dari penduduk dua tanah suci, Ahmad bin Hanbal dan lainnya dari kalangan ahli hadits seperti al Bukhâriyy dan Muslim yang merupakan dua pimpinan ahli hadits dan para Huffâdz yang membukukan hadits-hadits yang menjadi rujukan syarî’at.”
Abû Ishâq Al Isfirâyîniyy mengatakan: “Aku dibandingkan dengan Syekh al Bâhiliyy seperti setetes air dibandingkan lautan. Dan aku pernah mendengar Syekh Abû al Hasan al Bâhiliyy berkata: ‘Aku dibandingkan dengan Syekh al Asy’ariyy ibarat setetes air dibandingkan dengan lautan’.”
Abû Bakr al Bâqillâniyy berkata: “Sebaik-baik keadaanku adalah ketika aku bisa memahami perkataan Abû al Hasan (al Asy’ariyy).”
Ada sebagian kalangan yang mengklaim bahwa al Asy’ariyy bermadzhab Mâlikiyy, ini tidak benar. Melainkan al Asy’ariyy adalah pengikut madzhab Syâfi’iyy. Beliau belajar ilmu fiqh dari Abû Ishâq al Marwaziyy.
Sedangkan tokoh besar ulama Asyâ’irah dari kalangan madzhab Mâlikiyy adalah Imam al Qâdlî Abû Bakr al Bâqillâniyy.
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa akhirnya Abu Hasan Al Asy'ary menegakkan akidah umat islam yang dibawa rosulullah ditengah kerusakan zaman. yaitu akidah Allah Ada Tanpa Tempat.
Berbeda dengan golongan yang berfaham Mu’tazilah, Jahmiyyah dan Mujassimah, Paham al Asy’ariyy menegaskan bahwa “Allâh bersifat dengan sifat Maha Mengetahui tetapi tidak seperti pengetahuan makhluk, sifat Mahakuasa yang tidak seperti sifat kuasa makhluk, sifat Maha Mendengar tetapi tidak seperti pendengaran makhluk, dan sifat Maha Melihat yang tidak sama dengan penglihatan makhluk.”
Berbeda dengan Jahmiyyah dan Mu’tazilah, bahwa al Asy’ariyy membantah mereka dan sekaligus menegaskan bahwa “hamba tidak mampu menciptakan perbuatannya sendiri tetapi mampu untuk melakukan kasb terhadap suatu perbuatan.”
Berbeda dengan golongan Musyabbihah di satu sisi dan golongan Mu’tazilah, Jahmiyyah dan Najjâriyyah di sisi lain, bahwa al Asy’ariyy membantah mereka semua dan sekaligus menegaskan bahwa “Allâh bisa dilihat tanpa menempati suatu tempat, tanpa memiliki ukuran, dan tanpa disifati dengan sifat makhluk. Allâh tidak mempunyai ukuran dan tidak bersifat dengan sifat makhluk, maka demikian pula Allâh kita lihat tanpa berukuran dan tanpa bersifat dengan sifat makhluk.”
Berbeda dengan golongan Najjâriyyah dan Mujassimah, bahwa al Asy’ariyy membantahnya dan juga sekaligus mengajarkan bahwa “Allâh bukan bertempat atau bersemayam di atas ‘Arsy. Karena sebelum menciptakan tempat, Allâh ada tanpa tempat. Kemudian Allâh menciptakan ‘Arsy dan Kursiyy, namun Allâh tidak membutuhkan pada keduanya dan tempat manapun. Dan setelah menciptakan tempat, Allâh tetap seperti sebelum menciptakan tempat, ada tanpa tempat.”
Inilah ajaran yang diyakini dan diajarkan oleh al Asy’ariyy, bahwa Allâh tidak menyerupai segala sesuatu, Allâh ada tanpa tempat, tanpa arah dan tidak bisa dibayangkan.
Jadi, TIDAK BENAR klaim yang dilontarkan oleh kaum Mujassimah terhadap al Asy’ariyy, bahwa Imam al Asy’ariyy telah menetapkan dalam kitabnya al Ibânah keyakinan tajsîm (bahwa Allâh adalah jism/benda) dan bahwa Allâh bertempat di atas langit. SALAH TOTAL.
Tudingan ini terbantahkan dengan kenyataan bahwa naskah kitab al Ibânah yang mereka gunakan sebagai dasar klaim tersebut terhadap al Asy’ariyy adalah naskah yang telah disisipi dengan hal-hal yang keliru oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka tidak akan mampu menunjukkan naskah otentik yang bisa dipercaya. Naskah-naskah tersebut adalah buatan kaum Mujassimah dikarenakan kebencian terhadap imam Al Asy'ariy.
Sungguh kerancuan dan tidak masuk akal bahwa al Asy’ariyy mengatakan bahwa umat Islâm bersepakat untuk mengatakan dalam doa mereka “يَا سَاكِنَ السَّمَاءِ” (wahai Tuhan yang tinggal di langit). Sungguh, ini adalah kebohongan yang nyata yang dibuat oleh musuh mush imam Al Asy'ary.
Cukup sebagai bukti kebohongan dan tipuan ini, bahwa perkataan ini tidak pernah didengar dari satu pun pengikut golongan Asyâ’irah baik orang ‘alim ataupun dari kalangan ‘awam. Bahkan tidak pernah didengar dari para pendahulu Imam Abû al Hasan al Asy’ariyy atau pun dari orang setelahnya, sejak dulu hingga sekarang ini.
Kesholehannya Imam Abu Hasan Al Asy'ary ini sangat luar biasa. Beliau memiliki kecerdasan yang luar biasa, pemahaman yang sangat kuat dan penguasaan ilmu yang mendalam. Selama hampir 20 tahun ia melakukan shalat Shubuh dengan wudlû` shalat Isyâ’. Ia tidak pernah menceritakan kesungguhannya dalam beribadah kepada orang lain. Ia adalah orang yang sangat pemalu dalam urusan dunia, giat dalam urusan akhirat.
Al Asy’ariyy sehari-hari makan dari hasil kebun yang diwakafkan oleh kakeknya Bilâl bin Abû Burdah bin Abû Mûsâ al Asy’ariyy untuk anak cucunya. Nafkah beliau selama setahun hanya 17 dirham, tiap bulannya 1 dirham lebih sedikit.
Dengan kejeniusannya tersebut, Imam Al Asy'ary menghasilkan karya karya yang banyak tersebar sampai hari ini. Imam Abû al Hasan al Asy’ariyy dalam kitabnya “al ‘Umad fî ar-Ru`yah” menyebutkan nama sebagian besar kitab yang ditulisnya. Di antaranya kitab al Ibânah dan al Fushûl fî ar-Radd ‘alâ al Mulhidîn al Khârijîn ‘an al Millah yang mencakup 12 bab. Di antaranya juga kitab al-Luma’ fî ar-Radd ‘alâ Ahl az-Zaygh wa al Bida’, al-Luma’ al Kabîr, an-Naqdl ‘alâ al Jubbâ`iyy, Maqâlât al Muslimîn, an-Nawâdir fî Daqa`iq al Kalâm, Ziyâdât An-Nawâdir, al Îmân, Tafsîr al Qur`ân, ar-Radd ‘alâ al Mujassimah dan lain-lain.
Namun dalam Kitab Al Ibânah adalah kitab yang ditulis oleh al Asy’ariyy telah banyak disisipi dengan manuskrip palsu dan batil dari aslinya. Sehingga kitab Al Ibanah yang sekarang mengalami distorsi dan tidak otentik.
Manuskrip-manuskrip al Ibânah yang dijadikan rujukan kaum Mujassimah adalah manuskrip yang telah dipalsukan, tidak pernah dibandingkan oleh orang yang terpercaya dengan manuskrip asli dari penulis yang ditulis tangan olehnya atau ditulis oleh orang terpercaya dengan didiktekan oleh penulis.
Ibnu ‘Asâkir tidak menyebutkan isi kitab al Ibânah secara keseluruhan. Ia hanya menyebutkan sebagian isinya saja dan tidak ada teks yang mengandung makna tajsîm dan tasybîh secara sharîh/jelas.
Hanya saja dalam kitab al Ibânah yang telah dicetak terdapat kalimat-kalimat yang jelas merupakan kebohongan atas nama al Asy’ariyy, yang bahkan seorang pemula dalam ilmu agama saja tidak mungkin mengatakannya. Orang yang paling awam dari kaum muslimin saja tidak akan mengucapkan kalimat-kalimat seperti yang tercantum di dalamnya, bagaimana mungkin Imam al Asy’ariyy mengucapkannya?
Di antara bukti bahwa al Asy’ariyy terbebas dari tuduhan itu adalah kutipan Ibnu Fûrok. Ibnu Fûrok telah mengumpulkan perkataan-perkataan al Asy’ariyy dalam sebuah buku. Di dalamnya terdapat bukti yang menunjukkan bahwa yang tertera dalam kitab al Ibânah yang berupa tajsîm adalah dusta terhadap al Asy’ariyy.
Lagi pula al Ibânah bukanlah satu-satunya karangan al Asy’ariyy. Juga bukan karangan terakhirnya secara mutlak. Sedangkan madzhab seorang imam adalah apa yang disepakati penisbatannya kepada imam tersebut oleh murid-muridnya yang terpercaya.
Tambahan lagi permasalahan tanzîh, yakni menyucikan Allâh dari bertempat di ‘Arsy, langit atau tempat-tempat lainnya adalah hal yang diriwayatkan secara mutawâtir dan pasti bahwa itu adalah keyakinan al Asy’ariyy. Jadi tidak ada ruang untuk memperdebatkan lagi hal ini. Catat baik baik: ALLAH ADA TANPA TEMPAT.
PARA ULAMA PENGIKUT ABU HASAN AL ASY’ARIYY
Keunggulan dan tingginya derajat seorang pengikut mengindikasikan keunggulan dan tingginya derajat orang yang diikutinya.
Berikut adalah beberapa nama para ulama Islâm terkemuka yang menganut madzhab Imam Abû al Hasan al Asy’ariyy:
- Abû al Hasan al Bâhiliyy
- Abû al Hasan ‘Abd al ‘Azîz bin Muhammad bin Ishâq ath-Thabariyy, salah satu pengikut al Asy’ariyy terkemuka, beliau pergi ke daratan Syâm dan menyebarkan madzhab al Asy’ariyy di sana
- Abû Bakr al Qaffâl asy-Syâsyiyy
- Abû Bakr Al Bâqillâniyy
- Abû Ishâq al Isfirâyîniyy
- Abû Bakr bin Fûrak
- Abû Bakr al Bayhaqiyy
- Al Hâfidz Abû Nu’aym
- Al Qâdlî ‘Iyâdl
- Abû al Qâsim ‘Aliyy bin al Hasan bin Hibatillâh bin ‘Asâkir
- Imam an-Nawawiyy
- Fakhr ad-Dîn ar-Râziyy
- Imam Ahmad ar-Rifâ’iyy
- Dan lain-lain.
KEWAFATAN IMAM ABU HASAN AL ASY'ARIY
Terdapat perbedaan pendapat tentang tahun meninggalnya Imam Abû al Hasan al Asy’ariyy. Sebagian mengatakan al Asy’ariyy menutup usia pada tahun 333 H, dan sebagian mengatakan tahun 324 H. Beliau wafat di Baghdâd dan dimakamkan di antara al Karkh dan Bâb al Bashrah.
COMMENTS